25 Des 2017

Urgensi Ikhlas dan Niat Bagi Seorang Muslim Dalam Setiap Perbuatan

Oleh: Dr. Azi Ahmad Tajudin, M.Ag.
(Mudir Ponpes Uswatun Hasanah Purwakarta) 

PENDAHULUAN
 
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

(BUKHARI - 1) : Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan"

Ada dua kata kunci yang akan diuraikan oleh Iman al-Nawawi dalam hadits pembuka mengawali tulisan dalam kitabnya yaitu Riyadh al-Shalihin. Pertama: urgensi Ikhlas; dan Kedua: menghadirkan niat (Hudhur al-Niyyah).

PEMBAHASAN
Dalam al-Qur’an, ada tiga ayat yang disampaikan oleh An-Nawawi dalam menjelaskan tentang ikhlas, yaitu:
1. Surat al-Bayyinah [98]: 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

2. Surat al-Hajj [22]: 37
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

3. Surat Ali-Imran [3]:29
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Katakanlah: ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui.’ Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Ketiga ayat al-Qur’an di atas sebagai dalil tentang urgensi ikhlas dalam ibadah. Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amal ibadah seorang Muslim.

Hakikat Ikhlas dalam Ibadah
Menurut Imam al-Qahthani dalam kitab al-Wala wa al-Bara’, ikhlas adalah:
تصفية العمل بصالح النية عن جميع شوائب الشرك

“Menetrasisikan amal perbuatan dengan cara meluruskan niat dari segala bentuk perbuatan syirik.”

Berdasarkan definisi ikhlas di atas, Syaikh al-Utsaimin menjelaskan bahwa ada tiga aspek yang harus ada dalam setiap amal ibadah, yaitu:
1. Niat ibadah
2. Ibadah hanya untuk Allah SWT.
3. Niat ibadah semata-mata melaksanakan perintah Allah SWT.

Sebagai contoh apabila seseorang akan melaksanakan shalat, pertama ia harus berniat dalam hati akan melaksanakan shalat, misalnya shalat dzuhur atau shalat ashar. Kedua, niatkan shalat yang ia lakukan hanya untuk Allah SWT. Ketiga, hadirkan dalam hati kita bahwa shalat sebagai wujud mentaati dan melaksanakan perintah Allah swt.

Beberapa dalil di atas juga sebagai petunjuk bagi kita bahwa tempat niat itu di dalam hati. Allah SWT. akan menilai setiap niat manusia yang tersirat dalam hatinya, jika niatnya baik dan bertujuan untuk menggapai ridha Allah, maka perbuatan itu akan bernialai pahala di sisi Allah. Sebagai penegasan Allah SWT. berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Thariq [86]: 8-9 dan Surat al-‘Adiyat [100]: 9-10
إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ (8) يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ (9)

“Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari dinampakkan segala rahasia,” (Q.S. al-Thariq [86]: 8-9)
أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ (9) وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ (10)

“Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,” (Q.S. al-'Adiyat [100]: 9-10)

Urgensi Ikhlas dalam setiap amal ibadah juga diteaskan dalam hadits Qudsi berikut ini:
قال النبي صلى الله عليه وسلم قال الله تعالى : أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك فيه معي غيري وشركه

“Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman,” Aku adalah Dzat Yang Paling pantas dari segala bentuk tandingan dari siapapun, maka siapa saja yang beramal menggunakan tandingan yang lain selain Aku, maka Aku akan berlepas diri darinya dan carilah pelindung selain Aku.”

Maka hendakalah kita mewaspadai segala perbuatan amala ibadah kita selalu digoda oleh bisikan syaitan. Setiap kita akan berbuat baik, syaitan akan membisikkan dalam hati kita agar amal ibadah yang kita lakukan dihantui oleh sifat riya, sum’ah, ujub dan dengki. Maka jika dalam hati kita dihantui oleh keraguan dan sifat-sifat tersebut maka segeralah ber-istiadzah kepada Allah swt. dan yakinkan dalam hati bahwa semua itu adalah bisikan syaithan.

Niat Dalam Amal Perbuatan
Menurut Muhammad Ruwwas Qal’ah Jie, Niat secara bahasa adalah al-Qudrah wa al-Iradah (Kemauan dan keinginan). Sedangkan secara istilah adalah :
عقد القلب على إيجاد الفعل جزما

“Hubungan (kesadaran) hati terhadap perbuatan (yang sedang dilakukan).”

Intisari niat berdasarkan Hadits “Innamal A’maalu bi al-Niyyat” adalah :
1. Ada perbedaan antara “niyyat” (dalam bentuk tunggal) dengan "niyyaat" (dalam bentuk jamak). Niyyat merupakan bentuk kesadaran antara pelaku dengan apa yang sedang dilakukan, sedangkan niyyaat adalah motif pelaku melakukan perbuatan itu. Maka kalimat niyyat dalam bentuk tunggal artinya setiap orang pasti punya niat dan dilakukan dengan penuh kesadaran atas perbuatan yang sedang ia lakukan. Berbeda dengan niyyaat, yaitu motivasi seseorang dalam melakukan suatu perbuatan akan berbeda-beda.

Seperti contoh jika ada dua orang yang sedang melakukan shalat shubuh misalnya, secara niyyat ia pasti melakukan gerakan, bacaan, waktu dan cara yang sama dalam shalat, tapi kedua orang tersebut belum tentu memiliki kesamaan dalam niyyaat, bisa jadi salah seorang diantara keduanya melakukan shalat ingin mendapat pahala di sisi Allah, namun orang yang disampingnya berniat ingin mendapatkan pujian dan kehormatan orang lain. Maka kedua orang tersebut memiliki kesamaan niyyat tapi berbeda niyyaat-nya.

Hal ini Allah SWT. tegaskan dalam al-Qur’an surat al-Isra’ [17]: 18-19.
مَّن كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَّدْحُورًا (18) وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ كَانَ سَعْيُهُم مَّشْكُورًا (19)

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”

2. Hadits diatas dapat dijadikan tolak ukur untuk menimbang amal perbuatan yang bersifat bathin. Sedangkan untuk mengukur perbuatan yang bersifat zhahir dapat menggunakan hadits riwayat Aisyah yang berbunyi :
من عمل عملا فليس فيه أمرنا فهو رد

“Siapa saja yang melakukan amal ibadah tanpa perintah kami, maka ia tertolak.”

Menurut para ulama, kedua hadits tersebut cukup untuk menilai seluruh perintah agama.

3. “Faman Kaanat Hijratuhu”, frase ini menjelaskan frase sebelumnya. Oleh karena itu, dalam hadits ini Rasulullah mengklasifikasikan amal manusia berdasarkan niyyaat-nya menjadi tiga, (1) motif ibadah untuk Allah dan Rasulnya, (2) motif dunia, (3) motif wanita.

4. Seorang ulama kontemporer syaikh Muhammad Ruwwas Qal’ah jie, membagi perbuatan seorang mukallaf menjadi tiga bagian. Pertama: perbuatan taat; Kedua: perbuatan ma’shiyat; dan Ketiga: perbuatan mubah (boleh).

Untuk perbuatan kategori pertama, ini sangat terkait dengan niat seseorang karena keberadaan niat dalam setiap perbuatan taat akan berdampak pada pahala yang akan diraihnya; begitupun sah atau tidaknya perbuatan. Jika seseorang melaksanakan perbuatan taat dengan niat untuk mendapatkan kebaikan dan pahala, maka ia akan mendapatkan pahala, namun jika sebaliknya maka dosa yang akan ia raih.

Ketentuan untuk kategori perbuatan pertama tersebut tidak berlaku untuk kategori perbuatan kedua. Artinya, jika seseorang melakukan maksiyat dengan niat ibadah dan mendapatkan pahala, maka perbuatan tersebut tetap dianggap maksiat. Seperti contoh seseorang berzina, namun niatnya menikah/nikah mut’ah yang sudah diharamkan dalam Islam, maka perbuatan tersebut tetap terkategori maksiyat.

Sedangkan untuk kategori perbuatan ketiga, seperti makan, minum, jual beli dan kegiatan muamalah lainnya, tidak harus diniatkan terlebih dahulu seperti halnya perbuatan pertama, namun keberadaan niat dalam perbuatan mubah akan berjalan seiring dengan tujuan yang hendak diraih. Jika seseorang makan dan minum dengan tujuan ibadah, maka perbuatannya menjadi ibadah; namun jika sesesorang makan dan minum untuk melakukan maksiyat, makan perbuatan mubah tersebut berubah menjadi haram.

Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Disqus Comments