23 Jun 2016

4 Pelajaran Berharga Membudayakan Tadarus al-Qur'an

Ditulis oleh Ust. Azi Ahmad Tadjudin
(Kepala Program Kulliyyatul Mu’allimin al-Islamiyyah Pondok Pesantren Islam Uswatun Hasanah Purwakarta)

Bulan Ramadhan identik dengan tadarus. Tadarus dalam konteks budaya masyarakat Indonesia adalah membaca al-Qur’an secara kolektif dengan metode al-Musyarakah bayna al-Itsnayn yaitu "saling mendengar, menyimak dan mengoreksi lantunan ayat al-Qur’an yang sedang dibaca". Budaya ini merupakan tradisi efektif yang sudah teruji secara metodologis sebagai cara mengajarkan bacaan al-Qur’an dengan baik dan benar.

Keunggulan metode tadarus nampak pada cara belajar membaca secara langsung dengan sentuhan halus, tanpa disadari bahwa ia sedang belajar membaca al-Qur’an. Metode ini akan dirasakan nyaman oleh siapapun yang hendak belajar membaca al-Qur’an. Karena metode ini akan melahirkan kesadaran seseorang untuk terus belajar membaca al-Qur’an tanpa merasa digurui oleh siapapun, dengan konsentrasi penuh meminimalisir kesalahan sendiri dan membenarkan bacaan orang lain yang keliru. Sehingga metode ini dapat menetralisir sifat bosan dan kesal dalam mempelajari bacaan al-Qur’an.

Bahkan yang istimewa dari metode ini yaitu dapat menggiring para peserta tadarus merasa nyaman duduk berlama-lama menghabiskan waktu untuk belajar, walau tidak dapat dipungkiri tentunya dengan motivasi ingin meraih pahala. Namun jika kita menarik makna tadarus dalam skala yang lebih umum, sesungguhya ada hal yang sering terlupakan, yakni tadarus berarti saling mempelajari isi kandungan al-Qur’an.

Efektivitas metode tadarus akan dirasakan langsung dalam kehidupan sehari-hari, jika metode ini tidak hanya berhenti dalam tahap membaca al-Qur’an saja. Namun dalam waktu yang bersamaan, metode ini juga dijadikan sebagai media untuk memahami isi kandungan al-Qur’an dan makna kehidupan yang terkandung dalam setiap ayat-ayatnya. Al-Qur’an sebagai panduan kehidupan akan senantiasa memancarkan petunjuk bagi manusia dalam setiap lini dan segementasi kehidupan sosial masyarakat. Oleh karenanya, metode tadarus sejatinya dapat ditingkatkan menjadi metode mempelajari al-Qur’an sebagai panduan kehidupan.

Inilah hakikat tadarus yang harus senantiasa dibudayakan pasca Ramadhan. Tadarus sebagai konsep kehidupan artinya membangun kesadaran kolektif tentang arti penting al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, yang pasti dapat menghantarkan keselamatan dunia dan akhirat.

Reposisi makna tadarus dalam konteks sosial masyarakat dengan memahami isi kandungan al-Qur’an melalui momentum Ramadhan tahun ini dianggap sangat relevan. Mengingat budaya tadarus yang sejatinya melahirkan kesalehan kolektif, pada kenyataannya nyaris belum terlihat secara nyata.

Budaya tadarus yang secara masif menghiasi suasana Ramadhan, belum berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan sikap ideal yang hendak dibangun dalam proses madrasah tadarus. Tadarus yang sejatinya menjadi titik awal fase perubahan keshalihan individu menuju keshalihan sosial, nyaris tidak akan terwujud secara masif jika tidak diiringi oleh tingkat pemahaman terhadap makna yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an.

Jika metode tadarus dipahami sebagai media untuk melahirkan keshalihan dalam lingkup individu dan sosial, maka sejatinya spirit tadarus harus terus dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari.


Terlebih banyak pesan yang hendak disampaikan melalui budaya tadarus, diantaranya:

1. Metode tadarus mengajarkan konsep hidup tentang kesadaran (i’tiraf) akan kelemahan diri dan menerima saran dari orang lain. Secara tidak sadar, metode ini telah mengajarkan seseorang agar bersifat rendah hati dan tidak sombong, serta menumbuhkan sikap berbagi ilmu dengan orang lain. Setiap untaian huruf-huruf hijaiyah yang merangkai menjadi ayat dan surat, seluruhnya akan bernilai pahala bagi pembacanya. Selain itu, ayat-ayat al-Qur’an akan menuntun dan membimbing pembacanya menuju jalan yang lurus jika dipahami dengan baik isi kandungannya.

2. Metode tadarus mengajarkan konsep kejujuran dan amanah pada pembacanya. Setiap pembaca akan diingatkan oleh Allah SWT., melalui ayat-ayat al-Qur’an yang sedang dibaca. Artinya siapapun yang membaca ayat al-Qur’an dalam halqah tadarus, maka ia tidak bisa mengelak dari semua peringatan dan hukum Allah tanpa kecuali. Sehingga ayat-ayat al-Qur’an harus dibaca seluruhnya tanpa memilah dan memilih berdasarkan kesenangan nafsu belaka, baik secara terpaksa atau dengan sukarela. Pembaca akan melewati ayat-ayat hukum yang seringkali dilupakan atau sengaja disembunyikan seperti ayat-ayat tentang jihad, qishash, waris, riba dan lainnya.

3. Metode tadarus mengajarkan konsep persamaan (equality) di depan al-Qur’an. Di hadapan al-Qur’an semua sama, ia tidak memandang kedudukan sosial seseorang. Siapapun yang membaca al-Qur’an, maka ia harus mengikuti aturan yang berlaku. Selain itu, setiap peserta tadarus memiliki hak dan kewajiban yang sama yaitu memberi dan menerima ilmu (take and give).

4. Metode tadarus mengajarkan budaya gemar mempelajari al-Qur’an. Membaca al-Qur’an dengan baik dan benar merupakan tahap awal bukti kecintaan seorang Muslim terhadap al-Qur’an. Pada fase berikutnya, wujud kecintaan itu akan menumbuhkan keinginan untuk mempelajari arti dan isi kandungan ayatnya secara mendalam agar bacaan al-Qur’an tidak hanya terhenti dalam lisan saja, namun ia akan terinternalisasi dalam hati dan perbuatan. Jika al-Qur’an sudah bersinergi antara lisan, hati dan perbuatan, artinya itulah hakikat konsep ‘membumikan al-Qur’an’. Jika al-Qur’an belum bersinergi dengan gerak langkah perbuatan kita, itu artinya al-Qur’an masih bersifat konsep yang belum teraktualisasikan secara nyata dalam kehidupan sosial masyarakat.

Mari kita lestarikan budaya tadarus al-Qur’an sebagai wujud nyata menuju perubahan masyarakat yang baldat[un] thayyibat[un] wa rabb[un] ghafur.

Wallahu A’lam bi al-Shawab.

(Pernah dipublikasikan oleh Harian umum Pasundan Ekspres pada Hari Rabu 22 Juni 2016 dalam kolom Tausiyah)
Disqus Comments