28 Jun 2016

Bagaimana Cara Membersihkan Harta Kekayaan Kita

Oleh. Azi Ahmad Tadjudin
(Ketua Program Studi Ahwal al-Syakhshiyyah STAI Dr. KHEZ Muttaqien Purwakarta)

Salah satu kisah menarik diantara kisah-kisah yang Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an adalah kisah Qarun. Qarun adalah salah seorang anak pamannya Nabi Musa ‘alayhissalam yang mendapat karunia harta berlimpah ruah, namun dengan hartanya itu ia malah bersikap sombong dan membanggakan diri. Kisah ini Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an surat al-Qashash [28] ayat 76:

إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيْهِمْ ۖ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

“sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zhalim terhadap mereka dan kami telah menganugrahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) Ketika kaumnya berkata kepadanya, 'Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.'”

Atas kesombongan dan keangkuhannya, maka Allah SWT menenggelamkam Qarun beserta harta miliknya kedalam perut bumi. Kisah ini juga Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an surat al-Qashash [28] ayat 81.

فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنتَصِرِينَ

“Maka kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya kedalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.”

Berbeda dengan Qarun, nabi Sulaiman ‘alayhissalam memiliki kelebihan harta dan kekuasaan yang dianugrahkan Allah swt. Namun dengan harta dan kekuasaannya itu, ia menjadi seorang nabi dan hamba Allah yang shalih. Hal ini tertulis dalam al-Qur’an surat an-Naml [27] ayat 15. Allah SWT juga mengabadikan sikap keshalihan nabi Sulaiman ‘alayhissalam ketika mendapatkan ilmu dan harta. Hal ini tertera dalam al-Qur’an surat an-Naml [27] ayat 40,

قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

“Seorang yang mempunyai ilmu dari kitab berkata, 'Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.' Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak dihadapannya, dia pun berkata, 'ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau menginkari (nikmat-Nya). Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri, dan barang siapa yang inkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.'”

Dari kisah di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa harta dan kekayaan itu pada hakikatnya karunia Allah SWT yang diberikan kepada kita selaku hamba-Nya. Maka kita harus waspada dengan harta yang dimiliki, karena dengan harta itu manusia berpotensi untuk berlaku sombong dan membanggakan diri, hingga akhirnya kesombongan itu mengundang murka dan azab Allah SWT. Atau sebaliknya dengan harta dan kekayaan itu manusia menjadi hamba yang bersyukur.

Pada hakikatnya semua kekayaan yang ada di langit dan bumi ini adalah milik Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah [2] ayat 284:

لِّلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ

“Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi ...”

Berdasarkan ayat di atas, hanya Allah swt sebagai pemilik mutlak harta kekayaan di langit dan di bumi. Hal ini dapat kita fahami berdasarkan lâm lil milki (hurum lam yang menunujukkan kepemilikan) yang disandarkan kepala lafazh Allah.

Penafsiran lain yang dapat kita pahami dari ayat tersebut yaitu pengakuan Allah SWT atas kekayaan langit dan bumi. Ayat tersebut mempertegas bahwa hanya Dia-lah yang layak dan pantas untuk menyombongkan diri dengan harta dan kekuasaan yang dimiliki-Nya. Atas dasar itulah maka Allah SWT memberikan aturan melalui hukum syara’ kepada manusia tentang bagaimana cara untuk mendapatkan dan mengembangkan harta. Sebab jika mekanisme itu tidak diatur oleh Sang Pencipta, maka manusia ‘berpotensi’ akan mengatur harta-harta tersebut dengan hawa nafsunya.

Karena hawa nafsu itulah manusia tidak sadar bahwa harta yang dimilikya itu adalah milik Allah. Akibatnya ia akan serta merta mengambil dan membelanjakan hartanya tanpa mengindahkan aturan-aturan syara’, seperti mencuri, merampok dan menganiaya orang lain.

Salah satu cara untuk membersihkan harta kita yaitu dengan menunaikkan zakat, infak dan sedekah. Maka sebelum bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan ini berakhir, marilah kita jadikan bulan ini sebagai media untuk membersihkan harta dan kekayaan kita agar terhindar dari azab Allah swt. Dan kita semua mudah-mudahan menjadi hamba yang pandai bersyukur.


Mari kita belanjakan harta kita dijalan Allah sebelum penyesalan itu datang menghampiri kita untuk selamanya. Hal ini sebagaimana Allah gambarkan dalam al-Qur'an surat al-Munafiqun [63] ayat 10:

وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang diantara kamu; lalu dia berkata (menyesali), 'Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kemantian) ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.'”

Wallahu a’lam bi al-shawab.

(Pernah dipublikasikan pada harian Pasundan Ekspres edisi Senin tanggal 27 Juni 2016)
Disqus Comments